Terjebak Kisruh Subsidi BBM
PERSOALAN perlu atau tidaknya subsidi bahan bakar minyak (BBM) kembali mencuat. Pertentangan yang kesekian itu kali ini melibatkan dua pejabat kuci pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, yakni Menteri Keuangan Agus Martowardojo dan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Jero Wacik.
Saat melaporkan realisasi APBNP 2012 di Kementerian Keuangan tiga hari lalu (7/1), Menkeu mengatakan bahwa membengkaknya anggaran subsidi BBM pada 2012 menjadi pelajaran berharga bagi pemerintah. Karena itu, tidak bisa ditawar lagi, program pembatasan konsumsi BBM bersubsidi harus dijalankan mulai tahun ini. ”Jika itu tidak jalan, harus ada penyesuaian (kenaikan) harga,” tegasnya. Pernyataan Menkeu yang memberikan kemungkinan harga BBM naik itu buru-buru dikoreksi Menteri ESDM Jero Wacik. Menteri yang juga pengurus di partai berkuasa, Partai Demokrat, itu menegaskan, jika harga BBM subsidi dinaikkan, efeknya akan sangat besar bagi perekonomian nasional. ”Kita belum ada rencana seperti itu (menaikkan harga BBM). Urusan kita tidak hanya bagaimana BBM subsidi tahun ini cukup,” ujarnya.
Seperti lingkaran setan, pro dan kontra mengurangi dana subsidi dengan menaikkan harga BBM di satu kubu dengan mengurangi konsumsi di kubu lain terus terjadi. Pertentangan itu tidak hanya membosankan, tapi juga menghabiskan energi publik dan terlebih dunia usaha. Lebih jauh lagi, karena sudah mulai memicu ketegangan sosial di beberapa tempat, persoalan tersebut juga merugikan dan meresahkan masyarakat.
Meskipun sulit dibantah sebagai salah satu solusi yang paling rasional, kebijakan menaikkan harga seakan haram diambil pemerintah. Kenaikan harga BBM yang terakhir diambil lima tahun lalu atau pada 2008. Kenaikan harga saat itu juga tidak berarti karena –untuk kepentingan politis– diturunkan lagi menjelang Pemilu 2009.
Sedangkan, pilihan yang selalu digembar-gemborkan, yakni pengendalian konsumsi, hanya diupayakan ala kadarnya. Pemerintah hanya aktif melalui imbauan, spanduk, iklan, pe nempelan stiker, dan (hampir saja) fatwa haram penggunaan BBM bersubsidi.
Penggunaan energi alternatif, bio fuels dan gas untuk transportasi, bisa dikatakan tak berjalan karena memang tak diupayakan dengan sungguh-sungguh. Upaya me naik kan harga pada tahun ini juga gagal terlaksana karena diwacanakan terlalu lama sehingga akhirnya dipolitisasi sedemikian rupa.
Untuk permasalahan yang sudah sedemikian kronis, tentu tak ada satu obat mujarab yang dapat menyelesaikannya secara seketika dan tanpa dampak. Namun, jelas, sesuatu yang konkret harus segera dilakukan secara tegas, berani, dan terukur, tetapi tanpa terlalu banyak diwacanakan.
Jika hanya diatasi dengan cara business as usual atau out of the box, tetapi tidak esensial seperti halnya rencana gerakan sehari tanpa BBM bersubsidi, itu tak akan memperbaiki keadaan. Apalagi, menyelesaikannya. Kisruh yang sama akan terus terjadi untuk jangka waktu yang tak berujung.
sumber : - http://padangekspres.co.id/?news=nberita&id=2876
Eh lu percuma banget sih bikin blog kayak gini, niat lu mau bagi ilmu atau cuma buat naikin traffic blog doang ? lu gak mikir orang udah ngabisin kuota buat buka web ini sedangkan ternyata isi blog lu gak bisa di copy!! lu ngerti gak perasaan kita ? emang ya lu jahat, lu jahat banget.
BalasHapus